Kamis, 29 Desember 2011

Kampung Naga & Candi Cangkuang

Beberapa minggu yang lalu, saya beserta sekolah saya yaitu SMP Stella Maris BSD mengadakan studi sosial bersama murid-murid SMP Kelas 1 pergi ke Kampung Naga dan Candi Cangkuang. Berikut beberapa kisah perjalanan dan informasi yang saya dapatkan dari studi sosial tersebut.


Studi Sosial Ke Kampung Naga Dan Candi Changkuang  
Pada hari Rabu, sekitar jam 20.00, saya sudah berada di sekolah SMP Stella Maris. Saya, teman-teman, serta para guru telah bersiap-siap untuk menuju bis dan berangkat. Sebelum berangkat kami semua telah berdoa kepada Tuhan agar perjalanan kami semua diberkati sehingga dapat kembali ke sekolah dengan selamat. Akhirnya pada pukul 21.00, kami semua menuju ke bis dan berangkat menuju Kampung Naga. Dalam perjalanan menuju Kampung Naga, kami semua bersenang-senang. Kami semua makan makanan ringan, mendengarkan lagu dan music, bermain game. Tetapi ada juga yang langsung tidur. Perjalanan kami ke Kampung Naga sangatlah lama. Perjalanan kami dari BSD menuju Kampung Naga sekitar 7 jam. Dalam bis, pada pukul 12 malam, saya tidur bersama teman-teman saya. Tak terasa, ketika saya bangun, waktu sudah menunjukkan pukul 02.00. Tetapi dalam perjalanan, beberapa kali, bis yang kami tumpangi berhenti di tempat peristirahatan.

Ketika pukul 04.00, kami sudah sampai di Kampung Naga. Sya sangat lega, karena di dalam bis saya menunggu terlalu lama, saya agak mual. Kemudian, setelah itu, guru-guru kami menyuruh saya dan teman-teman saya untuk mandi, sikat gigi, dan lain-lain. Setelah semua siswa mandi, sekarang giliran guru-guru yang mandi. Kami semua menunggu sambil minum teh atau minum serta makan yang lain-lain. Pada pukul 05.00, kami pergi dengan cara berjalan kaki menuju kampung naga dengan dipandu beberapa orang yang bersal dari Kampung Naga tersebut. Pertama kali ingin menuju ke dalam Kampung Naga, kami semua harus menuruni 439 anak tangga. Pada akhirnya, kami semua, siswa SMP Stella Maris kelas 1 telah sampai di sebuah bangunan yang dipergunakan untuk menerima tamu. Di sana kami semua disambut oleh warga-warga Kampung Naga yang baik. Setelah menunggu semuanya berkumpul, kami semua akan sarapan pagi. Seperti biasa, sebelum makan, kami semua akan awali dengan sebuah doa yang dipersembahakan kepada Tuhan. Doa tersebut dipimpin oleh suster kami yang bernama Erlis. Dia memimpin doa dengan sangat baik. Setelah doa selesai, kami semua antri untuk mengambil makanan. Di sana, kami sarapan nasi, ayam goreng, kerupuk dan lain-lain. Selesai makan nasi, kami semua makan buah pisang. Setelah makan, sesepuh dari kampung naga datang dan memberikan beberapa penjelasan tentang kampung naga.

Berikut beberapa penjelasan tentang kampong naga: Di kampung naga memiliki 439 anak tangga ketika pertama kali kita ingin memasuki kampong naga tersebut. Di kampung naga ada Gunung Galunggung. Di dalam Kampung Naga terdapat 113 bangunan. Ketika duduk, harus bersila ketika menghadap ke depan. Di sepan Kampung Naga terdapat Tugu Kujan Pusaka. Kampung Naga merupakan sebuah desa yang terletak di Tasikmalaya dengan luas 1,5 hektar dan tidak dapat diperluas lagi. Di Kampung Naga terdapat 314 jiwa. Terdapat 108 kepala keluarga. Kapung Naga memiliki hokum adat. Contohnya: Dalam peraturan pembuatan rumah. Rumah yang dibuat di Kampung Naga bentuknya harus sama. Rumah di kampong naga merupakan tipe rumah yang tahan gempa bumi. Dengan atap yang dapat membuat pada siang hari, di dalam rumah mersakan sejuk dan tidak panas. Sedangkan pada malam hari tidak tersa dingin melainkan  terasa hangat.
Itulah kelebihan-kelebihan dari rumah yang ada di Kampung Naga. Kampung Naga tidak memiliki upacara-upacara adat saat kedatangan tamu. Kampung Naga tidak memiliki pembatasan pembuatan rumah saat adanya penambahan jumlah penduduk. Kampung Naga tidakk menggunakan listrik karena takut terjadi kebakaran. Jika kebakaran terjadi di Kampung Naga, kebakaran akan menyebar dan semakin besar karena jarak antar rumah sangatlah dekat. Karena tidak menggunakan listrik, pada malam hari, warga Kampung Naga menggunakan lampu minyak tanah. Kampung Naga mempunyai sanksi berupa: dikucilkan apabila melanggar peraturan. Sesepuh di Kampung Naga tidak diturunkan secara turun menurun melainkan berdasarkan keturunan. Setelah menjelaskan keterangan dari sesepuh Kampung Naga, kami semua dibagi menjadi 3 tim.
Saya masuk ke dalam tim 1. Tim 1 dipandu oleh Pak Entang. Pak Entang mengajak kami semua untuk bejalan mengelilingi Kampung Naga. Kami sudah melihat sumber air yang ada di Kampung Naga. Airnya di sana sangatlah bersih. Setelah itu kami melihat rumah penduduk dari luar dan dari dalam. Setelah itu kami menuju ke tempat terapi ikan. Di sana saya tidak mencoba terapi ikan.

Karena saya takut. Setelah teman-teman saya yang lain mencoba terapi ikan, Kami melanjutkan perjalanan ke sungai yang deras. Kami semua turun untuk mencoba berjalan-jalan di sungai tersebut. Tetapi batu-batu di sungai itu sangatlah licin. Saya terpeleset dan terjatuh sehingga baju saya basah. Setelah asik bermain di sungai, kami semua kembali ke rumah tempat penerimaan tamu. Kami berfoto-foto di sana bersama semua anak SMP Stella Maris kelas 1. Selesai berfoto-foto, kami diijinkan untuk membeli hasil kerajinan Kampung Naga. Setelah merasa cukup, kami semua kembali ke bis.




Tetapi kami seua sangat lelah karena harus menaiki 439 anak tangga!! Astaga… Saya dan teman-teman saya mengeluarkan keringat sangat banyak. Tetapi setelah sampai di bis, saya dan teman-teman saya langsung mandi dan mengganti pakain saya. Selesai mandi, kami semua menuju ke bis dan pergi ke Candi Cangkuang. Perjalanan menuju ke Candi Cangkuang dari Kampung Naga cukup jauh. Dalam perjalanan saya tidur sebentar. Ketika sampai di Cani Cngkuang, kami semua langsung dibagikan makan siang oleh guru-guru kami. Kami makan di dalam sebuah hall yang cukup besar. Kami semua diperbolehkan makan. Setelah makan kami minum segelas air aqua. Setelah kenyang, kami semua berangkat dari hall tersebut menuju rakit. Kmai menggunakan rakit untuk menuju cagar budaya Candi Cangkuang. Di sana kami berjalan menuju tempat penerimaan tamu. Ada seseorang yang mengetahui semua sejarah tentang candi Cangkuang. Ia menjelaskan sebagai berikut: Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar. Luas dari candi Cangkuang adalah: 4,5 m x 4,5 m
Di antara sisa-sisa bangunan candi, ditemukan juga arca (tahun 1800-an) dengan posisi sedang bersila di atas padmasana ganda. Kaki kiri menyilang datar yang alasnya menghadap ke sebelah dalam paha kanan. Kaki kanan menghadap ke bawah beralaskan lapik. Di depan kaki kiri terdapat kepala sapi (nandi) yang telinganya mengarah ke depan. Dengan adanya kepala nandi ini, para ahli menganggap bahwa ini adalah arca Siwa. Kedua tangannya menengadah di atas paha. Pada tubuhnya terdapat penghias perut, penghias dada dan penghias telinga.

Candi Cangkuang sebagaimana terlihat sekarang ini, sesungguhnya adalah hasil rekayasa rekonstruksi, sebab bangunan aslinya hanyalah 35%-an. Oleh sebab itu, bentuk bangunan Candi Cangkuang yang sebenarnya belumlah diketahui. Candi ini berjarak sekitar 3 m di sebelah selatan makam Arif Muhammad.
Danau kecil atau biasa disebut dengan Situ membentang dengan bunga teratai dan eceng gondok diatasnya. Situ Cangkuang, biasanya penduduk setempat menyebut nama tersebut dan termasuk salah satu Situ yang sangat bersejarah, karena ditengahnya terdapat sebuah bangunan candi. Candi Cangkuang adalah satu-satunya candi yang dapat dipugar di daerah Jawa Barat. Nama Candi Cangkuang disesuaikan dengan nama desa dimana candi itu ditemukan. Desa Cangkuang berasal dari nama pohon yang banyak terdapat disekitar makam Embah Dalem Arif Muhammad, namanya pohon Cangkuang, pohon ini sejenis pohon pandan dalam bahasa latinnya ( Pandanus Furcatus ), tempo dulu daunnya dimanfaatkan untuk membuat tudung, tikar atau pembungkus gula aren. Embah Dalem Arif Muhammad dan kawan-kawan beserta masyarakat setempatlah yang membendung daerah ini, sehingga terjadi sebuah danau dengan nama “Situ Cangkuang” kurang lebih abad XVII. Embah Dalem Arif Muhammad dan kawan-kawan berasal dari kerajaan Mataram di Jawa Timur. Mereka datang untuk menyerang tentara VOC di Batavia sambil menyebarkan Agama Islam di Desa Cangkuang Kabupaten Garut. Waktu itu di Kampung Pulo salah satu bagian wilayah dari desa Cangkuang sudah dihuni oleh penduduk yang beragama Hindu. Namun secara perlahan namun pasti, Embah Dalem Arif Muhammad mengajak masyarakat setempat untuk memeluk Agama Islam. Setelah mendengarkan penjelaska dari orang tersebut, kami meihat museum yang berisi foto-foto tentang sejarah Candi Cangkuan dan Makam Mbah Dalem Arif Muhammad. Kemudian kami semua berfoto-fot dan setelah itu, kami semua kembali ke rakit dan menyebrangi danau dan kembali ke hall. Dari hall kami menunggu beberapa anak serta guru yang masih menyeberangi danau. Setelah mereka semua sampai, kami kembali ke bis dan bersiap-siap untuk menempuh perjalanan yang sangat jauh dari Candi Cangkuang menuju kota BSD. Perjalanan yang ditempuh sekitar 6-7 jam. Di dalam perjalanan bis yang kami tumpangi banyak berhenti di tempat peristirahatan untuk buang air kecil. Selama perjalanan saya dan teman-teman saya bercanda dan bermain-main sambil mendengarkan music.

Tak terasa kami semua sudah sampai di sekolah. Kami semua sampai di sekolah pada pukul 8.00. Setelah sampai, saya dan beberapa teman saya membantu guru untuk menurunkan barang-barang bawaan mereka. Saya sangat puas dengan studi sosial yang saya alami kali ini. Studi sosial ini akan menjadi pengalaman yang tidak akan terlupakan.

Berikut beberapa foto saat studi sosial di Kampung Naga dan Candi Cangkuang.



 
                                                                                 














Tidak ada komentar:

Posting Komentar